Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, April 14, 2011

APAKAH ALAM SEMESTA BERADA DI DALAM OTAK KITA?

Di mana alam semesta berada? Di luar sana ataukah dalam diri kita? Sebelum menjawab pertanyaan itu kita samakan dulu persepsi kita tentang apa yang disebut alam semesta.
Menurut anda, apakah alam semesta itu? Jawabannya mungkin lebih kurang : alam semesta adalah seluruh ruangan yang berisi benda-benda langit dengan berbagai peristiwa, termasuk semua kejadian di bumi. Anggaplah jawaban itu sudah sempurna. Pertanyaan berikutnya adalah : seluruh ruang dan benda-benda langit beserta peristiwa itu terjadi di sana atau di sini? Di luar diri kita atau di dalam diri kita? Di luar otak atau dalam otak? Untuk menjelasnya mari kita ikuti penjelasannya..…
Kalau kita melihat bunga yang sedang bermekaran berwarna-warni, sebenarnya terjadi di luar otak atau di dalam otak kita? Benarkah bunga itu berwarna merah seperti yang kita lihat? Apa pendapat anda jika yang melihat bunga itu orang yang buta warna? Siapakah yang lebih benar dalam menyimpulkan warna bunga itu? Merah seperti terlihat mata normal atau hitam putih seperti terlihat mata yang buta warna?
Mungkin sebagian besar kita menjawab yang benar adalah yang terlihat oleh mata normal, karena sebagian besar kita memiliki mata yang bisa menangkap warna. Tetapi jika berada pada komunitas orang buta warna, merekalah yang akan mengklaim kebenaran ; bahwa warna bunga itu hitam putih.
Pertanyaan selanjutnya : batang besi yang kita lihat itu padat atau berpori? Maka sebagian akan menjawab, besi itu padat dan tak berlubang-lubang. Sedangkan sebagian menjawab bahwa besi itu berpori-pori. Pendapat pertama didasari penglihatan dengan mata telanjang, sementara pendapat kedua didasarkan pada penglihatan mikroskop electron.
Selanjutnya : jarak bulan itu dekat atau jauh dari bumi? Maka sebagian menjawab jauh karena dilihat dengan mata telanjang. Sebagian mengatakan dekat karena dilihat dengan menggunakan teleskop.
Itu semua memberikan perbandingkan bagi kita tentang realitas alam semesta ini. Segala yang tampak dan dipahami sebagai kesimpulan itu boleh jadi bukan realitas sesungguhnya. Ketika kita melihat bunga berwarna merah, karena sel-sel penglihatan di mata kita memungkinkan untuk menangkap warna merah. Jika sel-sel yang terkait dihilangkan maka bunga itu tidak lagi berwarna merah.
Jadi, semua yang kita lihat ini sebenarnya memang demikiankah adanya atau hanya karena gambaran otak kita saja terhadap sesuatu? Alam semesta yang kita pahami ini realitas ataukah persepsi belaka? Jangan-jangan apa yang kita pahami sebagai kenyataan itu, realitasnya tidak begitu…?!
Rasa manis-asin itu sebenarnya apa? Kasar dan halus itu sebenarnya apa? Jauh dan dekat itu apa? Bentuk bulat, kotak, lurus dan kriting itu apa? Gelap-terang, atas-bawah, materi-energi, panas-dingin, dan seterusnya itu sebenarnya apa?
Itu benar-benar ada atau sekedar efek-efek elektromagnetik yang diterima panca indra kita dan diteruskan ke otak untuk ditampilkan dalam layar persepsi kita?!
Dalam kenyataan otak tidak pernah berhubungan langsung dengan benda atau peristiwa. Ia berada di dalam tempurung kepala yang tidak ada satupun jalan masuk kepadanya, kecuali lewat panca indra. Ia hanya menerima sinyal-sinyal elektromagnetik dari panca indra. Jadi yang dilihat oleh otak dan tergambar sebagai kesimpulan itu sebenarnya bukan benda atau peristiwanya melainkan sekedar sinyal-sinyal elektromagnetiknya. Kalau sampai sinyal elektromagnetiknya distorsi, maka kesimpulan otak terhadap alam semesta ini akan berubah.
Selama ini kita menyimpulkan berdasarkan pendapat orang banyak. Kalau sebagian besar kita mengatakan sebuah benda berwarna merah, maka kita katakan itu sebagai kenyataan. Padahal kenapa suatu benda dikatakan berwarna merah? Karena benda itu memancarkan gelombang dengan frekuensi tertentu, dengan panjang gelombang 625 – 740 nanometer.
Nanometer = seper satu miliar meter.
Artinya, warna merah itu sebenarnya tidak lebih dari getaran-getaran belaka. Getaran itu memancarkan cahaya dan sampai ke mata kita, kemudian menggetarkan sel-sel retina kita sehingga muncul persepsi warna. Mata kita bekerja dengan cara menangkap getaran dan mengubahnya menjadi gambar.
Hal ini sama persis ketika kita nonton TV. Gambar yang ada itu sebenarnya tak lebih dari getaran-getaran elektromagnetik dari tabung elektronnya. Getaran elektron-elektron di tabung TV itu membentuk pola tertentu dan kemudian tertangkap oleh mata kita sebagai gambar.
Demikianlah alam semesta ini. Ia tak lebih dari sekedar lautan energi yang bergetar-getar, tetapi kita pahami sebagai gambar dan peristiwa karena melewati panca indra. Panca indra itulah yang mengubah lautan energi alam semesta untuk tampil di otak kita sebagai gambar dan peristiwa. Maka apa yang kita simpulkan terhadap realitas ini, sebenarnya hanya ada di dalam kepala kita. Realitas yang sesungguhnya berbeda dengan apa yang kita persepsikan sebagai suatu kesimpulan.
Bukan hanya mata yang bekerja berdasarkann mekanisme getaran, pendengaran kita pun bekerja berdasarkan getaran. Telinga mengubah getaran-getaran di sekitar kita menjadi apa yang disebut sebagai ‘suara’. Getaran akan ditampilkan ke otak sebagai suara, ketika getaran itu bisa ditangkap oleh gendang telinga, yaitu sekitar 20 – 20.000 hertz. Di bawah atau di atas itu, pendengaran kita tidak dapat menangkapnya. Padahal, getaran yang sampai ke telinga kita memiliki frekuensi yang tak berhingga lebar rangenya.
Begitu juga dengan penciuman terhadap aroma, lidah terhadap rasa, dan kulit terhadap perubahan suhu atau tingkat kekasaran. Semuanya bekerja berdasarkan getaran-getaran.
Karena itu sebenarnya setiap kita memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap setiap peristiwa. Perbedaan itu bisa kecil atau besar, bergantung kepada kesepakatan yang kita buat.
Demikian pula dengan rasa enak, aroma harum, suara merdu, suhu panas dan dingin serta dan sebagainya. Semua itu relatif pada setiap orang. Kualitas panca indra dan kualitas akal yang berbeda-beda pada seseorang akan membentuk kualitas persepsi yang berbeda pula. Jangan jadi masalah, selama masih dalam koridor kesepakatan umum dan jika masih bisa diterima.
Untuk urusan kemasyarakatan, persepsi harus kita cross-check dengan persepsi orang lain, agar kita tidak terlalu jauh melenceng dari kesepakatan umum. Sedangkan untuk urusan agama, persepsi harus dicocokkan dengan aturan agama, petunjuk Allah SWT dan Rasulullah saw.
Jadi seluruh alam semesta : ruang, waktu, materi, energi dan informasi – ini sebenarnya memiliki perbedaan antara yang ada dalam realitas dengan persepsi yang ada dalam otak kita.
QS. Al-Hadiid (57) : 20
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
QS. Muhammad (47) : 36
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu”.
(AM) Wallahu’alam.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...